Minggu, 06 September 2009

BUDIDAYA TANAMAN JAHE

Jahe merupakan salah satu komoditas ekspor rempah-rempah

Indonesia, disamping itu juga menjadi bahan baku obat tradisional

maupun fitofarmaka, yang memberikan peranan cukup berarti dalam

penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa negara. Sebagai

komoditas ekspor dikemas berupa jahe segar, asinan (jahe putih besar),

jahe kering (jahe putih besar, kecil dan jahe merah), maupun minyak

atsiri dari jahe putih kecil (jahe emprit) dan jahe merah. Volume

permintaannya terus meningkat seiring dengan permintaan produk jahe

dunia serta makin berkembangnya industri makanan dan minuman di

dalam negeri yang menggunakan bahan baku jahe. Pada tahun 1998,

ekspor jahe Indonesia mencapai 32.807 ton dengan nilai nominal

US $ 9.286.161. Tahun 2003 turun menjadi 7.470 ton dengan nilai

US $ 3.930.317 karena mutu yang tidak memenuhi standar. Namun

permintaan jahe mengalami peningkatan setiap tahun. Kondisi ini di

Indonesia, direspon dengan makin berkembangnya areal penanaman

dan munculnya berbagai produk jahe.

Pengembangan jahe skala luas sampai saat ini perlu didukung

dengan upaya pembudidayaannya secara optimal dan berkesinambungan.

Untuk mencapai tingkat keberhasilan budidaya yang optimal

diperlukan bahan tanaman dengan jaminan produksi dan mutu yang

baik serta stabil dengan cara menerapkan budidaya anjuran. Adanya

penolakan ekspor jahe Indonesia di negara tujuan terutama Jepang,

karena tingginya cemaran mikroorganisme, mengakibatkan anjloknya

pendapatan petani jahe. Hal ini perlu segera diantisipasi dengan

menerapkan budidaya anjuran terbaik diantaranya dengan penggunaan

bahan tanaman sehat yang berasal dari varietas unggul. Selain itu,

karena kualitas simplisia bahan baku industri hilir ditentukan oleh

proses budidaya dan pascapanennya, maka pembakuan standar

prosedur operasional (SPO) budidaya jahe dibuat guna mendukung

GAP (Good Agricultural Practices).

PERSYARATAN TUMBUH

Untuk budidaya jahe diperlukan lahan di daerah yang sesuai

untuk pertumbuhannya. Untuk pertumbuhan jahe yang optimal

diperlukan persyaratan iklim dan lahan sebagai berikut : iklim tipe A,

B dan C (Schmidt & ferguson), ketinggian tempat 300 – 900 m dpl.,

temperatur rata-rata tahunan 25 – 30ยบ C, jumlah bulan basah (> 100

mm/bl) 7 – 9 bulan per tahun, curah hujan per tahun 2 500 – 4 000 mm,

intensitas cahaya matahari 70 – 100% atau agak ternaungi sampai

terbuka, drainase tanah baik, tekstur tanah lempung sampai lempung

liat berpasir, pH tanah 6,8 – 7,4. Pada lahan dengan pH rendah dapat

diberikan kapur pertanian (kaptan) 1 – 3 ton/ha atau dolomit 0,5 – 2

ton/ha untuk meningkatkan pH tanah.

Pada lahan dengan kemiringan > 3% dianjurkan untuk

dilakukan pembuatan teras, teras bangku sangat dianjurkan bila

kemiringan lereng cukup curam. Hal ini untuk menghindari terjadinya

pencucian lahan yang mengakibatkan tanah menjadi tidak subur, dan

benih jahe hanyut terbawa arus. Persyaratan lahan lainnya yang juga

penting bagi penamaman jahe adalah lahan bukan merupakan daerah

endemik penyakit tular tanah (soil borne diseases) terutama bakteri

layu dan nematoda. Untuk menjamin kesehatan lahan, sebaiknya lahan

yang digunakan bukan bekas jahe, atau tidak ada serangan penyakit

bakteri layu dilahan tersebut dan hanya dua kali berturut-turut ditanami

jahe. Tahun berikutnya dianjurkan pindah tempat untuk menghindari

kegagalan panen karena kendala penyakit dan adanya gejala allelopati.

BAHAN TANAMAN

Jahe (Zingiber officinale Rosc.; Ginger) adalah tanaman herba

tahunan yang tergolong famili Zingiberaceae, dengan daun berpasangpasangan

dua-dua berbentuk pedang, rimpang seperti tanduk,

beraroma. Selama ini di Indonesia, berdasarkan pada bentuk, warna

dan aroma rimpang serta komposisi kimianya dikenal 3 tipe jahe, yaitu

jahe putih besar, jahe emprit dan jahe merah.

Jahe putih besar (Z. officinale var. officinarum) mempunyai

rimpang besar berbuku, berwarna putih kekuningan dengan diameter

8,47 – 8,50 cm, aroma kurang tajam, tinggi dan panjang rimpang 6,20

– 11,30 dan 15,83 – 32,75 cm, warna daun hijau muda, batang hijau

muda dengan kadar minyak atsiri didalam rimpang 0,82 – 2,8%.

Jahe putih kecil (Z. officinale var. amarum) mempunyai

rimpang kecil berlapis-lapis, aroma tajam, berwarna putih kekuningan

dengan diameter 3,27 – 4,05 cm, tinggi dan panjang rimpang 6,38 –

11,10 dan 6,13 – 31,70 cm, warna daun hijau muda, batang hijau muda

dengan kadar minyak atsiri 1,50 – 3,50%.

Jahe merah (Z. officanale var. rubrum) mempunyai rimpang

kecil berlapis, aroma sangat tajam, berwarna jingga muda sampai

merah dengan diameter 4,20 – 4,26 cm, tinggi dan panjang rimpang

5,26 – 10,40 dan 12,33 – 12,60 cm, warna daun hijau muda, batang

hijau kemerahan dengan kadar minyak atsiri 2,58 – 3,90%.

Balittro telah melepas varietas unggul jahe putih besar

(Cimanggu-1) dengan potensi produksi 17 – 37 ton/ha. Sedangkan

calon varietas unggul jahe putih kecil dan jahe merah rata-rata potensi

produksinya masing-masing untuk jahe putih kecil adalah 16 ton/ha

dengan kadar minyak atsiri 1,7 – 3,8%, kadar oleoresin 2,39 – 8,87%.

Sedangkan jahe merah potensi produksinya 22 ton/ha, kadar minyak

atsiri 3,2 – 3,6%, kadar oleoresin 5,86 – 6,36%.

PEMBENIHAN

Benih yang digunakan harus jelas asal usulnya, sehat dan tidak

tercampur dengan varietas lain. Benih yang sehat harus berasal dari

pertanaman yang sehat, tidak terserang penyakit. Beberapa penyakit

penting pada tanaman jahe yang umum dijumpai, terutama jahe putih

besar, adalah layu bakteri (Ralstonia solanacearum), layu fusarium

(Fusarium oxysporum), layu rizoktonia (Rhizoctonia solani), nematoda

(Rhodopolus similis) dan lalat rimpang (Mimergralla coeruleifrons,

Eumerus figurans) serta kutu perisai (Aspidiella hartii). Rimpang yang

telah terinfeksi penyakit tidak dapat digunakan sebagai benih karena

akan menjadi sumber penularan penyakit di lapangan. Pemilihan

benih harus dilakukan sejak pertanaman masih di lapangan. Apabila

terdapat tanaman yang terserang penyakit atau tercampur dengan jenis

lain, maka tanaman yang terserang penyakit dan tanaman jenis lain

harus dicabut dan dijauhkan dari areal pertanaman. Pemilihan

(penyortiran) selanjutnya dilakukan setelah panen, yaitu di gudang

penyimpanan. Pemeriksaan dilakukan untuk membuang benih yang

terinfeksi hama dan penyakit atau membuang benih dari jenis lain.

Rimpang yang akan digunakan untuk benih harus sudah tua

minimal berumur 10 bulan. Ciri-ciri rimpang tua antara lain

kandungan serat tinggi dan kasar, kulit licin dan keras tidak mudah

mengelupas, warna kulit mengkilat menampakkan tanda bernas.

Rimpang yang terpilih untuk dijadikan benih, sebaiknya

mempunyai 2 – 3 bakal mata tunas yang baik dengan bobot sekitar 25

- 60 g untuk jahe putih besar, 20 – 40 g untuk jahe putih kecil dan jahe

merah. Kebutuhan benih per ha untuk jahe merah dan jahe emprit 1 –

1,5 ton, sedangkan jahe putih besar yang dipanen tua membutuhkan

benih 2 – 3 ton/ha dan 5 ton/ha untuk jahe putih besar yang dipanen

muda. Bagian rimpang yang terbaik dijadikan benih adalah rimpang

pada ruas kedua dan ketiga.

Sebelum ditanam rimpang benih ditunaskan terlebih dahulu

dengan cara menyemaikan yaitu, menghamparkan rimpang di atas

jerami/alang-alang tipis, di tempat yang teduh atau di dalam gudang

penyimpanan dan tidak ditumpuk. Untuk itu biasa digunakan wadah

atau rak-rak terbuat dari bambu atau kayu sebagai alas. Selama

penyemaian dilakukan penyiraman setiap hari sesuai kebutuhan, untuk

menjaga kelembaban rimpang. Benih rimpang bertunas dengan tinggi

tunas yang seragam 1 – 2 cm, siap ditanam di lapangan dan dapat

beradaptasi langsung, juga tidak mudah rusak. Rimpang yang sudah

bertunas tersebut kemudian diseleksi dan dipotong menurut ukuran.

Untuk mencegah infeksi bakteri, dilakukan perendaman didalam

larutan antibiotik dengan dosis anjuran. Kemudian dikering anginkan.

BUDIDAYA

Untuk mencapai hasil yang optimal didalam budidaya jahe

putih besar, jahe putih kecil maupun jahe merah, selain menggunakan

varietas unggul yang jelas asal usulnya perlu diperhatikan juga cara

budidayanya.

Persiapan lahan

Sebelum tanam dilakukan pengolahan tanah. Tanah diolah

sedemikian rupa agar gembur dan dibersihkan dari gulma. Pengolahan

tanah dilakukan dengan cara menggarpu dan mencangkul tanah

sedalam 30 cm, dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman

yang sukar lapuk. Untuk tanah dengan lapisan olah tipis, pengolahan

tanahnya harus hati-hati disesuaikan dengan lapisan tanah tersebut dan

jangan dicangkul atau digarpu terlalu dalam sehingga tercampur antara

lapisan olah dengan lapisan tanah bawah, hal ini dapat mengakibatkan

tanaman kurang subur tumbuhnya. Setelah tanah diolah dan

digemburkan, dibuat bedengan searah lereng (untuk tanah yang

miring), sistim guludan atau dengan sistim pris (parit). Pada bedengan

atau guludan kemudian dibuat lubang tanam.

Jarak tanam

Benih jahe ditanam sedalam 5 – 7 cm dengan tunas menghadap

ke atas, jangan terbalik, karena dapat menghambat pertumbuhan. Jarak

tanam yang digunakan untuk penanaman jahe putih besar yang

dipanen tua adalah 80 cm x 40 cm atau 60 cm x 40 cm, jahe putih kecil

dan jahe merah 60 cm x 40 cm.

Pemupukan

Pupuk kandang domba atau sapi yang sudah masak sebanyak

20 ton/ha, diberikan 2 – 4 minggu sebelum tanam. Sedangkan dosis

pupuk buatan SP-36 300 – 400 kg/ha dan KCl 300 – 400 kg/ha,

diberikan pada saat tanam. Pupuk urea diberikan 3 kali pada umur 1, 2

dan 3 bulan setelah tanam sebanyak 400 – 600 kg/ha, masing-masing

1/3 dosis setiap pemberian. Pada umur 4 bulan setelah tanam dapat

pula diberikan pupuk kandang ke dua sebanyak 20 ton/ha.

Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dan

berproduksi dengan baik.

a. Penyiangan gulma

Sampai tanaman berumur 6 – 7 bulan banyak tumbuh gulma, sehingga

penyiangan perlu dilakukan secara intensif secara bersih. Penyiangan setelah

umur 4 bulan perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak perakaran

yang dapat menyebabkan masuknya benih penyakit. Untuk mengurangi

intensitas penyiangan bisa digunakan mulsa tebal dari jerami atau sekam.

b. Penyulaman

Menyulam tanaman yang tidak tumbuh dilakukan pada umur 1

– 1,5 bulan setelah tanam dengan memakai benih cadangan yang

sudah diseleksi dan disemaikan.

c. Pembumbunan

Pembumbunan mulai dilakukan pada saat telah terbentuk

rumpun dengan 4 – 5 anakan, agar rimpang selalu tertutup tanah.

Selain itu, dengan dilakukan pembumbunan, drainase akan selalu

terpelihara.

d. Pengendalian organisme pengganggu tanaman

Pengendalian hama penyakit dilakukan sesuai dengan

keperluan. Penyakit utama pada jahe adalah busuk rimpang yang

disebabkan oleh serangan bakteri layu (Ralstonia solanacearum).

Sampai saat ini belum ada metode pengendalian yang memadai,

kecuali dengan menerapkan tindakan-tindakan untuk mencegah

masuknya benih penyakit, seperti penggunaan lahan sehat,

penggunaan benih sehat, perlakuan benih sehat (antibiotik),

menghindari perlukaan (penggunaan abu sekam), pergiliran tanaman,

pembersihan sisa tanaman dan gulma, pembuatan saluran irigasi

supaya tidak ada air menggenang dan aliran air tidak melalui petak

sehat (sanitasi), inspeksi kebun secara rutin. Tanaman yang terserang

layu bakteri segera dicabut dan dibakar untuk menghindari meluasnya

serangan OPT. Hama yang cukup signifikan adalah lalat rimpang

Mimergralla coeruleifrons (Diptera, Micropezidae) dan Eumerus

figurans (Diptera, Syrpidae), kutu perisai (Aspidiella hartii) yang

menyerang rimpang mulai dari pertanaman dan menyebabkan

penampilan rimpang kurang baik serta bercak daun yang disebabkan

oleh cendawan (Phyllosticta sp.). Serangan penyakit ini apabila terjadi

pada tanaman muda (sebelum 6 bulan) akan menyebabkan penurunan

produksi yang cukup signifikan. Tindakan mencegah perluasan

penyakit ini dengan menyemprotkan fungisida segera setelah terlihat

ada serangan (diulang setiap minggu sekali), sanitasi tanaman sakit,

inspeksi secara rutin.

POLA TANAM

Untuk meningkatkan produktivitas lahan, jahe dapat

ditumpangsarikan dengan tanaman pangan seperti kacang-kacangan

dan tanaman sayuran, sesuai dengan kondisi lahan.

PANEN

Panen untuk konsumsi dimulai pada umur 6 sampai 10 bulan.

Tetapi, rimpang untuk benih dipanen pada umur 10 – 12 bulan.

Cara panen dilakukan dengan membongkar seluruh rimpangnya

menggunakan garpu, cangkul, kemudian tanah yang menempel

dibersihkan. Dengan menggunakan varietas unggul jahe putih besar

(Cimanggu-1) dihasilkan rata-rata 27 ton rimpang segar, calon varietas

unggul jahe putih kecil (JPK 3; JPK 6) dengan cara budidaya yang

direkomendasikan, dihasilkan rata-rata 16 ton/ha rimpang segar

dengan kadar minyak atsiri 1,7 – 3,8%, kadar oleoresin 2,39 – 8,87%.

Sedangkan jahe merah 22 ton/ha dengan kadar minyak atsiri

3,2 – 3,6%, kadar oleoresin 5,86 – 6,36%. Mutu rimpang dari varietas

unggul Cimanggu-1 dan calon varietas unggul jahe putih kecil dan

jahe merah, memenuhi standar Materia Medika Indonesia (MMI).

Berdasarkan standar perdagangan, mutu rimpang jahe segar

dikatagorikan sebagai berikut:

Mutu I : bobot 250 g/rimpang, kulitnya tidak terkelupas, tidak

mengandung benda asing dan kapang;

Mutu II : bobot 150 – 249 g/rimpang, kulitnya tidak terkelupas,

tidak mengandung benda asing dan kapang;

Mutu III : bobot sesuai hasil analisis, kulit yang terkelupas

maksimum 10%, benda asing maksimum 3%, kapang

maksimum 10%

PASCA PANEN

Tahapan pengolahan jahe meliputi penyortiran, pencucian,

pengirisan, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan. Setelah

panen, rimpang harus secepatnya dibersihkan untuk menghindari

kotoran yang berlebihan serta mikroorganisme yang tidak diinginkan.

Rimpang dibersihkan dengan disemprot air yang bertekanan tinggi,

atau dicuci dengan tangan. Setelah pencucian, rimpang dianginanginkan

untuk mengeringkan air pencucian. Untuk penjualan segar,

jahe dapat langsung dikemas. Tetapi bila diinginkan dalam bentuk

kering atau simplisia, maka perlu dilakukan pengirisan rimpang setebal

1 – 4 mm. Untuk mendapatkan simplisia dengan tekstur menarik,

sebelum diiris rimpang direbus beberapa menit sampai terjadi proses

gelatinisasi Rimpang yang sudah diiris, selanjutnya dikeringkan

dengan energi surya atau dengan pengering buatan/oven pada suhu 36

– 46° C. Bila kadar air telah mencapai sekitar 8 – 10%, yaitu bila

rimpang bisa dipatahkan, pengeringan telah dianggap cukup. Selain

itu, dikenal jahe kering gelondong (jahe putih kecil dan jahe merah)

yang diproses dengan cara rimpang jahe utuh ditusuk-tusuk agar air

keluar sebagian, kemudian dijemur dengan energi matahari atau

dioven sampai kering atau kadar air mencapai 8 – 10%. Rimpang

kering dapat dikemas dalam peti, karung atau plastik yang kedap

udara, dan dapat disimpan dengan aman, apabila kadar airnya rendah.

Ruang penyimpan harus diperhatikan sanitasinya, berventilasi baik,

dengan suhu ruangan yang rendah dan kering untuk mencegah

pencemaran oleh mikroba dan hama gudang.

PENGANEKARAGAMAN PRODUK

Selain simplisia, dari rimpang jahe dapat diperoleh minyak

atsiri, oleoresin, bubuk, jahe asinan, jahe dalam sirup, manisan jahe,

jahe kristal dan anggur jahe. Asinan jahe merupakan bahan ekspor

yang potensial, dibuat dari jahe putih besar yang dipanen muda (3

bulan), dengan kadar serat rendah. Sedangkan permen jahe, manisan,

sirup, instant, serbat dan sekoteng berasal dari jahe putih kecil yang

dipanen tua. Selain untuk bahan baku obat tradisional (jamu), jahe

10

sudah mulai digunakan untuk obat fitofarmaka karena kandungan

gingerolnya. Bahan aktif ini diisolasi dari ekstrak jahe yang bermanfaat

untuk mengatasi rasa nyeri pada tulang, otot dan sendi.

USAHATANI

Untuk memperoleh hasil yang optimum dengan usahatani yang

menguntungkan, faktor-faktor produksi didalam budidaya perlu

diperhitungkan. Berikut adalah analisis usahatani jahe dengan

menggunakan calon varietas unggul dan budidaya anjuran Balittro.

BIAYA PRODUKSI BUDIDAYA JAHE PER HEKTAR

a. Jahe putih besar

A. Penangkaran

1. Benih 2000 kg 4500 Rp. 9 000 000

2. Pupuk

- Pupuk kandang 40 ton 80 000 3 200 000

- Urea 600 kg 1 200 720 000

- SP36 300 kg 1750 525 000

- KCl 400 kg 2000 800 000

3. PHT 1 pkt 450 000 450 000

4. Gaji Upah

- Pembukaan lahan 50 HOK 15 000 750 000

- Pengolahan tanah 100 HOK 15 000 1 500 000

- Pembuatan bedengan 60 HOK 15 000 900 000

- Penanaman 60 HOK 15 000 900 000

- Pemeliharaan 300 HOK 15 000 4 500 000

- Sortasi dan seleksi 100 HOK 15 000 1 500 000

- Panen dan Pasca panen 100 HOK 15 000 1 500 000
Jumlah IA 26 245 000

Lanjutan

Biaya (Rp) No. Komponen Biaya Vol. Fisik Satuan Jumlah

B. Penanganan benih

1. Sortasi benih di gudang 75 HOK 15 000 Rp. 1 125 000

C. Sertifikasi

1. Kebun 1 ha 15 000 5 000

2. Benih 100 000

Jumlah IC 115 000

D. Packing

1. Upah pengepakkan 50 HOK 15 000 750 000

2. Kotak kayu 4 000 750 3 000 000

Jumlah ID 3 750 000

- Jumlah biaya IA s.d ID 31 235 000

- Bunga bank 10 bulan (10.8 % (13 %/th) 3 373 380
TOTAL BIAYA I 34 608 380

II Keuntungan

A. Hasil penjualan benih 20 000 @ 4.500,- 90.000.000

TOTAL KEUNTUNGAN (IIA-I) 55.391.620

Ket : Hasil penjualan benih adalah 80 % dari hasil panen, 20 % sebagai

penyusutan di gudang

b. Jahe putih kecil

Biaya (Rp) No. Komponen Biaya Vol. Fisik Satuan Jumlah

I. Penyediaan Benih

A. Penangkaran

1. Benih 1000 kg 4500 Rp. 4 500 000

2. Pupuk

- Pupuk kandang 40 ton 80 000 3 200 000

- Urea 600 kg 1 200 720 000

- SP36 300 kg 1750 525 000

- KCl 400 kg 2000 800 000

3. PHT 1 pkt 450 000 450 000

4. Gaji Upah

- Pembukaan lahan 50 HOK 15 000 750 000

- Pengolahan tanah 100 HOK 15 000 1 500 000

- Pembuatan bedengan 60 HOK 15 000 900 000

- Penanaman 60 HOK 15 000 900 000

- Pemeliharaan 300 HOK 15 000 4 500 000

- Sortasi dan seleksi 100 HOK 15 000 1 500 000

- Panen dan Pascapanen 100 HOK 15 000 1 500 000

Jumlah 21.745.000

B. Penanganan benih

1. Sortasi benih di gudang 75 HOK 15 000 1 125 000

Jumlah IB 1 125 000

C. Sertifikasi

1. Kebun 1 ha 15 000 15 000

2. Benih 100 000

Jumlah IC 115 000

D. Packing

1. Upah pengepakkan 50 HOK 15 000 750 000

2. Kotak kayu 2500 750 1 800 000

Jumlah ID 2 550 000

- Jumlah biaya IA s.d ID 25 535 000

- Bunga bank 10 bulan 2.757.780

10,8 % (13 %/th)

TOTAL BIAYA I 28 292 780

II Keuntungan

A. Hasil penjualan benih (80%

dari hasil panen)

10 000 –4 500 45 000 000

total Keuntungn 16.707.220,-

Ket : Hasil penjualan benih merupakan 80% dari hasil panen

c. Jahe merah

Biaya (Rp) No. Komponen Biaya Vol. Fisik Satuan Jumlah

I. Penyediaan Benih

A. Penangkaran

1. Benih 1000 kg @ Rp. 4500 Rp. 4 500 000

2. Pupuk

- Pupuk kandang 40 ton @ Rp. 80 000 Rp. 3 200 000

- Urea 600 kg @ Rp. 1 200 Rp. 720 000

- SP36 300 kg @ Rp. 1750 Rp. 525 000

- KCl 400 kg @ Rp. 2000 Rp. 800 000

3. PHT 1 pkt @ Rp. 450 000 Rp. 450 000

4. Gaji Upah

- Pembukaan lahan 50 HOK @ Rp. 15 000 Rp. 750 000

- Pengolahan tanah 100 HOK 15 000 Rp.1 500 000

- Pembuatan bedengan 60 HOK 15 000 Rp. 900 000

- Penanaman 60 HOK 15 000 Rp. 900 000

- Pemeliharaan 300 HOK 15 000 Rp.4 500 000

- Sortasi dan seleksi 100 HOK 15 000 Rp.1 500 000

- Panen dan Pascapanen 100 HOK 15 000 Rp.1 500 000

Jumlah IA Rp.21 745 000

B. Penanganan benih

1. Sortasi benih di gudang 75 HOK 15 000 Rp.1 125 000

Jumlah IB Rp.1 125 000

C. Sertifikasi

1. Kebun 1 ha 15 000 Rp. 15 000

2. Benih Rp. 100 000

Jumlah IC Rp. 115 000

D. Packing

1. Upah pengepakkan 50 HOK 15 000 Rp. 750 000

2. Kotak kayu 2500 750 Rp. 1 800 000

Jumlah ID Rp.2 550 000

- Jumlah biaya IA s.d ID Rp. 25 535 000

- Bunga bank 10 bulan

10,8 % (13 %/th) Rp.2 757 780

total Biaya Rp. 28.292.780

II Keuntungan

A. Hasil penjualan benih 10 000 kg@ Rp.4 500 Rp. 45 000 000

Total Keuntungan Rp. 16.707.220

Ket : Hasil penjualan benih merupakan 80% dari hasil panen
sumber : sutanmuda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar